Mimpi Arman
Arman adalah anak saudagar kaya di desa Tegalkreta. Ia memiliki wajah yang biasa namun anehnya bila dilihat wajahnya seperti bercahaya. Perangainya tak jauh seperti bapaknya yang pendiam namun mudah bergaul. Karena di kampungnya anak sebaya dia lebih sedikit, ia lebih banyak bergaul dengan bapak-bapak. Arman di kenal bapak-bapak kampungnya sebagai remaja yang taat beragama, santun dan sopan, dan baik.
Arman bersekolah di SMA N 8 Kretek. Atas kehendaknya sendiri ia ingin bersekolah di sekolah negeri. Di sini rata-rata berasal dari kalangan menengah ke bawah, entah apa yang dipikirkan Arman sehingga ia memilih sekolah ini. Bangunannya sudah tak layak pakai, temboknya berlumut dan atapnya berlubang. Ia duduk di kelas XII B. Di kelas Arman hanya terdapat 36 anak termasuk dia. 25 anak perempuan dan sisanya laki-laki.
Suatu hari saat pulang sekolah Arman bertemu dengan teman SDnya dulu. “Hay Man, wah gimana kabar kau ini? Gimana-gimana sekolah di mana kau sekarang?” kata teman Arman.
“Baik, SMA N 8 Kretek, kabarmu?”
“Wow jelas lihatlah ototku ini sehat walafiyat. Wah gimana kau ini sekolah di
“Tak apa keinginanku.”
“Hem pasti ada yang kau rencanakan yah di sekolah ini? Sama seperti kau saat membuat SD kita menjuarai lomba cerdas cermat karesidenan, kau mau menunjukan pada SD lain yang sombong bahwa SD kecil tempat kita juga punya prestasi.”
“Kalau rencana aku belum kepikiran tapi aku yakin ada suatu hal yang dapat ku lakukan. Wah kau tahu ternyata, pasti dari si Surti kamu tahu hal ini?”
“Ya jelas, siapa lagi klo bukan mantan pacar kamu itu, kabarnya dia sudah pergi ke Jepang bekerja di
“Jadi ya dia bekerja, padahal dia dulu selalu juara 1.”
“Nasiblah yang membawa kita, pasrahkan sajalah. Mau pulang kau?”
“Belum Di, masih ada urusan.”
“Ya sudah, aku mau ke danau dulu, biasa cari ikan.”
“Ya, sukses denagn ikannya ya.”
Arman melanjutkan langkahnya ke suatu rumah kosong di pinggir sungai. Rumah inilah yang biasa ia jadikan tempat mengajar anak-anak kurang mampu di desa seberang.
Namun tak seperti biasa anak-anak yang datang sekarang sangat banyak. Ia senang akhirnya anak-anak ini peduli akan pendidikan mereka. Arman memberikan pelajaran Matematika dan Bahasa Indonesia karena itu bekal dasar anak-anak kurang mampu ini hidup di masyarakat. Terkadang ia mengajarkan seni dan musik saat anak-anak malas belajar.
Sepulang dari mengajar ia pergi ke pemkaman kakeknya. Letaknya masih satu kampung dengan tempat ia mengajar. Sebulan sekali ia selalu menyempatkan diri mendatangi makam kakeknya itu.
Arman memang cucu yang paling dekat dengan kakeknya. Beliau meninggal 3 tahun lalu karena penyakit jantung.
Saat memasuki pemakaman ia terkejut. Didapatinya seorang wanita di depan makam kakeknya. “Siapa perempuan itu?”,tanya Arman dalam hati. Ia lalu mendekati perempuan itu.
“Permisi mbak, siapa ya? Kenapa berada di makam kakek saya?”, tanya Arman memberanikan diri.
“Saya Ningrum. Saya dulu mengenal kakekmu karena beliaulah yang pernah memberiku pekerjaan saat aku sangat membutuhkanya.”
“Wah, jadi anda kenal dengan kakek saya, tapi sewaktu pemakaman almarhum saya tidak melihat anda?”
“Saya memang tidak datang karena saya di kirim ke
“Ogh begitu…”
“Almarhum adalah orang yang sangat aku kagumi karena dulu beliau juga teman nenek saya. Jadi saya tahu banyak tentang sepak terjang beliau dulu.”
“Siapakah nama nenek anda?”
“Agh jangan memakai kata formal seperti mengintrogasiku saja, nenekku bernama Imanwati.”
“Hehehe maaf aku ndak kenal, kakek jarang cerita tentang masa kecil dan remajanya.”
Ting…Ting…bunyi berasal dari tas Ningrum.
“Aku harus kembali ke kantor, kapan-kapan kalau ada waktu kita bicara lagi. Aku permisi dulu ya?”
“Ow.. panggil aku Arman. Ya sampai jumpa.”
Di makam itu sekarang ia tinggal sendiri, desir angin di pemkaman itu seolah berbisik pada Arman tentang semua kenangannya bersama kakek. Awan putih tebal menutupi cahaya sang matahari seolah ingin ikut dalam kenangan Arman.
Arman kembali saat ia dengar adzan ashar dari surau. Ia berjalan menuju surau dan melakukan shalat berjamaah di
“Kenapa aku tak lakukan hal itu, sekarang aku punya tujuan berada di
Beberapa minggu kemudian…
“Bang Arman ke mana ya?”,tanya Saprol murid rahasia Arman.
“Iya.. sudah dua minggu dia tidak kelihatan batang hidungnya.”
“Wah bisa-bisa teman-teman lain jadi malas belajar.”, celetuk Sprol lagi dengan nada serius.
“Benar ayo kita datangi rumahnya.”, seru anak lain.
“Tapi kita sudah diperingati oleh bang Arman untuk tidak menimbulkan kecurigaan pada keluarga ataupun oranglain tentang keberadaan kita sebagai murid rahsianya.”, jawab Anti.
“Wah..susah-susah-susah.”, kata Saprol.
“Gimana kalau kita cegat dia saat pulang sekolah?”
“Betul-betul-betul, tapi
“Hey.. kita cegat saat ada di jalan sepi.”, kata Anti.
“ Ayo kita lakukan…”, sambut Saprol dengan semangat…
Sudah sejak jam 12 mereka menunggu namun bang Arman belum pulang juga. Sampai akhirnya…
“Hei…hei itu bang Arman..”
Mereka menututi Arman sampai ke jalan yang sepi.
“Bang.. bang Arman.”
Arman menegok ke belakang seketika Arman lari dengan kencang. Anak-anak melihat hal tersebut kaget dan ikut-ikutan berlari. Arman berlari sampai ke pinggir sungai.
(penasaran terus pantau dan ikuti kelanjutan kisahnya di 22isperpose.blogspot.com)
0 komentar:
Posting Komentar